A. Perkenalan tentang Sosiolinguistik
1. Pengertian sosiolingustik
Sosiolinguistik merupakan gabungan antara
disiplin sosiologi dan disiplin linguistik. Sosiologi adalah kajian yang
objektif dan ilmiah mengenai manusia didalam masyarakat, dan melalui
lembaga-lembaga dan proses social yang ada didalam masyarakat. Sedangkan
linguistic adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang
mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bbahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang mempelajari
bahasa dalam kaitannya dalam penggunaan bahasa itu dalam masyarakat.
2. Masalah-masalah sosiolinguistik
Konferensi sosiolinguistik pertama yang
berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun 1964, telah
mereumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh
dimensi yang ada di sosiolinguistik itu adalah :
a. Identitas social dari penutur
b. Identitas social dari pendengar yang
terlibab dalam komunikasi
c. Lingkungan social tempat peristiwa tutur
terjadi
d. Analisis sinkronik dan diakronik dari
dialek-dialek social
e. Penilaian social yang berbeda oleh penutur
akan perilaku bentuk-bentuk ujaran
f. Tingkatan variasi dan ragam linguistic
g. Penerapan praktis dari penelitian
sosiolinguistik
3. Kegunaan sosiolinguistik
a. Untuk berkomunikasi dan berinteraksi
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman
kepada kita dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa, atau
gaya bahasa apa yang harus kita gunakan jika kita berbicara dengan orang
tertentu.
b. Dalam bahasa pengajaran di sekolah
B. KOMUNIKASI BAHASA
1. Hakikat bahasa
Ciri-ciri yang merupakan
hakikat bahasa itu antara lain, adalah bahwa bahasa itu sebuah sistem lambang,
berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dan dinamis, beragam dan manusiawi.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahsa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan
pikiran dianggap terlalu sempit, sebab dikemukakan Fishman (1972) bahwa yang
menjadi persoalan sosiolinguistik adalah "who speak what language to whom,
when and what end". Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa itu, antara lain,
dapat dilihat dari sudut penutur(fungsi ematif), dari pendengar (fungsi
instrumental), bila dilihat dari penutur dan pendengar(fungsi fatik), topik,
kode, dan amanat pembicaraan, fungsi amanat,fungsi imaginative.
2. Hakikat komunikasi
Komunikasi adalah proses
pertukaran informasi antar individu melalui sistem symbol, tanda, atau tingkah
laku yang umum. Komponen yang harus ada dalam komunikasi adalah pihak yang
berkomunikasi (partisipan=sender dan receiver), informasi yang dikomunikasikan,
alat yang digunakan dalam komunikasi itu.
3. Keistimewaan bahasa manusia
Henitt,
Mc Neill, dan Chomsky mempunyai ciri khusus yang dapat membedakan bahasa
manusia dengan hewan, antara lain :
a. Bahasa itu merupakan jalur vocal auditif.
b. Bahasa dapat tersiar kesegala arah.
c. Lambang bahasa yang berupa bunyi itu cepat
hilang setelah diucapkan.
d. Pertisipan dalam komunikasi bahasa dapat
saling berkomunikasi (interchangeability).
e. Lambang bahasa itu menjadi umpan balik yang
lengkap.
f. Komunikasi bahasa mempunyi spesialisasi.
g. Lambang-lambang bunyi dalam komunikasi
bahasa adalah bermakna atau merujuk pada hal-hal tertentu.
h. Hubungan antara lambang bahasa dengan
maknanya bukan ditentukan oleh adanya suatu ikatan antara keduanya.
i.
Bahasa sebagai alat komunikasi manusia dapat dipisahkan
menjadi satuan-satuan yakni kalimat, kata, morfem, dan fonem.
j.
Rujukan atau yang sedang dibicarakan dalam bahasa
tidak harus selalu ada pada tempat dan waktu kini.
k. Bahasa bersifat terbuka.
l.
Kepandaian dan kemahiran untuk menguasai aturan-aturan
dan kebiasaan-kebiasaan berbahasa manusia diperoleh dari belajar, bukan melalui
gen-gen yang dibawa sejak lahir.
m. Bahasa dapat dipelajari.
n. Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan
mana yang benar dan yang tidak benar, atau juga yang tidak bermakna secara
logika.
o. Bahasa memiliki dua subsistem, yaitu
subsistem bunyi dan makna.
p. Bahasa dapat digunakan untuk membicarakan
bahasa itu sendiri.
C. BAHASA DAN MASYARAKAT
1. Bahasa dan Tutur
Ferdinant de Saussure (1916)
membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Istilah
langage tidak mengacu pada salah satu bahasa melainkan bahasa pada
umumnya, yang dijadikan sebagai alat komunikasi. Langue dimaksudkan
sebagai sebuah lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat
tertentu untuk berkomunikasi atau berinteraksi. Parole merupakan
pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan
oleh para anggota masyarakat didalam berinteraksi atau berinteraksi.
Setiap orang secara konkret
memiliki kekhasan sendiri- sendiri dalam berbahasa (berbicara atau menulis).
Kekhasan itu dapat mengenai volume suara, pilihan kata, penataan sintaksis, dan
penggunaan unsur-unsur bahasa lainnya. Ciri khas bahasa seseorang disebut
dengan istilah idiolek. Jadi kalau ada 100 orang berarti ada 100 idiolek.
didalam keberbedaan mereka masih terdapat kesalingmengertian, dalam kasus
ini disebut dialek.
2. Verbal Reportoire
Kemampuan komunikatif adalah kemampuan
bertutur kata atau kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi dan
situasi serta norma-norma penggunaan bahasa dengan konteks situasi dan konteks
sosialnya. Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai
seseorang penutur ini biasa disebut denagn istilah repertoire bahasa atau
verbal repertoire dari orang itu.
Kajian yang mempelajari
penggunaan bahasa sebagaqi sistem informasi verbal diantara para penuturnya
didalam masyarakat disebut sosiolinguistik interaksional atau sosiolinguistik
mikro. Sedangkan kajian mengenai penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan
adanya ciri-ciri linguistik didalam masyarakat disebut sosiolingistik
korelasional atau sosiolinguistik makro. Verbal reportoir setiap
penutur ditentukan oleh masyarakat dimana dia beradasedangkan verbal repertoire
suatu masyarakat tutur terjadi dari himpunan verbal repertoire semua penutur
didalam masyarakat itu.
3. Masyarakat tutur
Masyarakat tutur
bukanlahhanya sekelompok orang yang menggunakan bahsa yang sama, melainkan
kelompok orang mempunyai norma yang sama dalam mengguanakan bentuk-bentuk
bahasa. Untuk dapat dikatakan sebagai masyarakat tutur suatu masyarakat harus
ada perasaan diantara para penuturnya dan menggunakan tutur yang sama.
Fishman (1976:28) menyebut
masyarakat tutur adalah suatu masyarakat tutur yang anggota-anggotanya
setidak-tidaknya mengenal satu varian bahasa beserta norma-norma yang sesuai
dengan penggunanya.
4. Bahasa dan tingkatan sosial masyarakat
Untuk meliha adakah hubungan
antara kebangsawanan dengan bahasa kita ambil contohmasyarakat tutur bahasa
jawa. Mengenai tingkat kebangsawanan ini, Kuntjaraningrat (1967:245) membagi
masyarakat jawa atas empat tingkat, yaitu (1) wong cilik, (2) wong sudagar, (3)
priyayi, (4) ndara. Sedangkan Clifford Geertz membagi menjadi tiga tingkat
yaitu (1) priyayi, (2) bukan priyayi tapi berpendidikan dan tinggal dikota, (3)
petani dan orang kta yang tidak berpendidikan. Bahasanya dibagi menjadi karma
inggil, karma lugu, ngoko alus, ngoko lugu.
D. PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR
Dalam setiap proses
komunikasi ini terjadilah apa yang disebut peristiwa tutur dan tindak tutur
dalam satu situasi tutur. Sebelum kita membahas kedua topik itu terlebih dahulu
perlu diketahui bahwa dalam kepustakaan lain ada juga digunakan istilah
peristiwa bahasa untuk peristiwa tutur, dan tindak bahasa atau perilaku bahasa
untuk tindak tutur.
1. Peristiwa tutur
Peristiwa tutur adalah
terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan
satu pokk tuturan, didalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
Suatu peristiwa linguistik
harus ada delapan komponen diantaranya adalah :
a. Setting and science: Setting mengacu pada
waktu dan tempat tutur berlangsung, sedang science mengacu pada situasi tempat
dan waktu atau situasi psikologis pembaca.
b. Participants: Adalah pihak-pihak yang
terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa,
atau pengirim dan penerima (pesan).
c. Ends (tujuan)
d. Act sequence (bentuk dan isis ujaran)
e. Key (nada,cara, dan semagat dimana pesan
disampaikan)
f. Instrumentalities (jalur bahasa yang
digunakan: lisan, tertulis, telegraf)
g. Norm of interaction and interpretation
(norma/aturan dalam berinteraksi)
h. Genre (jenis bentuk penyampaian : narasi,
puisi, naskah, doa)
2. Tindak tutur
Peristiwa tutur diatas
merupakan peristiwa sosial yang dialami seseorang dalam berinteraksi. Peristiwa
tutur merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur. Jadi tindak tutur merupakan
gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa
tutur lebih dilihat pada makna tujuan peristiwanya, tapi pada tindak tutur
lebih dilihat pada makna arti tindakan dalam tuturnya. Tindak tutur dan
peristiwa tutur merupakan dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni
proses komunikasi.
Pembagian kalimat atas
kalimat deklaratif, interogatif, dan imperative adalah berdasarkan bentuk
kalimat itu secara terlepas. Austin (1962) membedakan kalimat deklaratif
berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan performatif. Kalimat
konstatif adalah kalimat yang berisi penyataan belaka. Kalimat performatif
adalah kalimat yang berisi perlakuan(dengan ini…, dengan izin Allah…, dengan
Bissmillah…). Kalimat performatif mempunyai ciri-ciri : ucapannya harus
dilakukan oleh orang tertentu yang ditunjuk biasanya orang yang mempunyai
kedudukan sosial yang lebih tinggi dari hadirin lainnya, urutan peristiwa sudah
baku, yang hadir dalam upacara tersebut harus turut serta dan tidak dibenarkan
melakukan hal-hal lain, upacara harus dilakukan secara lengkap.
Austin membagi kalimat
performatif menjadi beberapa kategori yaitu : kalimat verdiktif yakni,
kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan atau penilaian, kalimat
eksersitif yakni, kalimat perlakuan yang menyatakan peerjanjian, nasihat,
peringatan, kalimat komisif (perjanjian), kalimat behatitif yakni
kalimat perlakuan yang menyatakan tingkah laku sosial karena seseorang
mendapatkan keberuntumgan atau kemalangan, kalimat ekpositif yakni
kalimat perlakuan yang memberikan penjelasan, keterangan, atau perincian kepada
seseorang.
Tindak tutur yang
dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin adalah (1) tindak tutur
lokusi : tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti "berkata"
atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (2)
tindak tutur ilokusi: tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan denagn
kalimat performatif yang eksplisit. (3) tindak tutur perlokusi :tindak tutur
yang berkenaan dengan ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku
nonlinguistic dari orang lain itu.
3. Tindak tutur dan pragmatic
Tindak tutur sebenarnya
sebuah fenomena dalam masqalah yang lebih luas, yang dikenal denagn istilah
pragmatic. Fenomena lainnya dalam kajian pragmatic adalah deiksis (hubungan
kata yang digunakan dengan referen kata itu yang tidak tetap atau dapat
berpindah), preuposisi (makna atau informasi tambahan yang digunakan secara
tersirat) dan implikatur percakapan (adanya keterkaiyan antara ujaran-ujaran
yang diucapkanantara dua orang yang sedang bercakap-cakap).
E. PELBAGAI VARIASI DAN JENIS BAHASA
1. Variasi bahasa
Variasi bahasa (variety)
disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen tetapi juga karena kegiatan
interaksi sosial yaqng mereka lakukan sangat beragam. Jadi, variasi bahasa itu
merupakan akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
Hartman dan Stork
(1972) membadakan variasi bahasa berdasarkan kriteria (a) latar belakang
geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, (c) pokok pembicaraan. Preston
dan Shuy (1979) mebagi variasu bahasa ingrriias khususnya amerika menjadi
kriteria (a) penutur, (b) interaksi , (c) kode, (d) realisasi. Halliday
(1970,1990) membedakan variasi bahasa menjadi pemakai yang disebut dialek dan
pemakaian yang disebut register. Sedangkan Mc David (1969) membagi variasi
bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, (c) dimensi temporal.
Variasi bahasa berdasarkan penutur dan penggunanya :
a. Variasi dari segi penutur
Variasi bahasa yang pertama
yang kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut
idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi bahasa ini
berkaitan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan
sebagainya.
Variasi bahasa yang kedua
adalah dialek. Yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnyaa
relative, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu.
Variasi ketiga adalah
kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh
sekelompok orang pada masa tertentu. Variasi bahasa ini berbeda baik dari segi
ejaan, morfologi maupun sitaksis, dan yang paling Nampak pada leksikonnya
(akibat perubahan budaya, ilmu pengetahan dan teknologi).
Variasi bahasa yang keempat
disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa berdasarkan status,
golongan, dan kelas sosial para penuturnya.
Sehubungan dengan variasi
bahasa berkenaan dengan tingkat, golongan, status, dan kelas sosial para
penuturnya biasanya dikemukakan orang variasi bahasa disebut akrolek
(variasi yang lebih tinggi dari variasi bahasa sosial yang lainnya), basilek
(variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi/rendah), vulgar (biasanya
dipakai oleh orang-orang yang kurang terpelajar/tidak berpendidikan), slang (bersifat
khusus dan rahasia), kolokial (variasi sosial yang digunakan
sehari-hari), jargon (variasi
bahasa yang digunakan oleh orang-orang pada suatu kelompok sosial tertentu), argot
(variasi sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi-profesi
tertentu dan sangat terbatas), ken (variasi sosial tertentu yang dibuat
memelas seperti merengek-rengek dan penuh kepura-puraan).
b. Variasi dari segi pemakaian
Variasi bahsa berkenaan
dengan penggunaanya, pemakainnya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau
register. Variasi dari segi pemakainnya adalah menyangkut bahasa itu
digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
Struktur morfologis dan
sintaksis yang normative sering kali dikorbankandan dihindarkan untuk mencapai
efek keefuniandan kedayaungkapan yang tepat atau paling tepat. Begitu juga kalu
dalam bahasa umum orang mengungkapkan secara lugas dan polos, tetapi berbeda
dalam ragam bahasa sastra akan diungkapkan secara estetis, ragam bahasa
jurnalistik akan bersifat sederhana, komunikatif dan ringkas, ragam bahasa
militer cirinya ringkas dan tegas, ragam bahasa ilmiah terkenal dengan
bahasanya yang jelas, lugas dan tanpa keambiguan serta segala macam metafora
dan idiom.
c. Variasi dari segi keformalan
Berdasarkan tingkat
keformalannya Martin Joss (1967) dalam bukunya The Five Clock membagi
variasi bahasa atas lima macam gaya yaitu ragam beku (frozen), gaya atau
ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsultatif), gaya
atau ragam santai (casual)dan gaya atau ragam akrab (intimate).
d. Variasi dari segi sarana
Dalam
hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan tulisan, atau juga ragam dalam
berbahasa menggunakan sarana atau alat tertentu.
e. Jenis bahasa
Penjenisan bahsa secara
sosiolingustik berbeda dengan penjenisan bahasa secara geneologis (genetic),
maupun tipologis. Penjenisan atau klasifikasi secara geneologis dan tipologis
berkaitan dengan factor internal, sedangkan pada penjenisan sosiolinguistik
berkaitan dengan factor eksternal bahasa seperti sosiologis, politis dan
cultural.
f. Jenis bahasa berdasarkan sosiologis
Steward menggunakan empat
dasar untuk menjeniskan bahasa-bahasa secara sosiologis. Yaitu (1)
standardisasi/pembakuan (2) otonomi/ kemandirian, (3) historisitas/kesejarahan
(4) vitalitas/keterpakaian.
g. Jenis bahasa berdasarkan sikap politik
Berdasarkan sikap politik
bahasa dapat dibedakan menjadi bahasa nasional, bahasa resmi, dan bahasa Negara.
Bahasa nasional maksudnya bahasa nasional untuk bahasa kebangsaan, bahasa
Negara adalah sebuah sistem linguistik yang secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Bahasa
resmi adalah sebuah sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam
suatu pertemuan seperti rapat, seminar.
h. Jenis bahasa berdasarkan tahap pemerolehan
Berdasarkan tahap pemerolehan
dapat dibedakan adanya bahasa ibu, bahasa pertama dan bahasa kedua(ketiga dan
seterusnya), dan bahasa asing. Bahasa ibu adalah satu sistem linguistik yang
pertamakali dipelajarisecara alamiah dari ibu atau keluarga yang memelihara
seorang anak.
i.
Lingua Franca
Adalah suatu sistem
linguistik yang digunakan sebagai alat komunikasi sementara oleh para
partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda.
F. BILINGUALISME DAN DIAGLOSA
Peristiwa-peristiwa kebahasaan
yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang
ada didalam sosiolinguistik disebut bilingualism, diaglosa, alih kode, campur
interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa.
1. Bilingualisme
Istilah bilingualism dalam
bahasa Indonesia sering disebut kedwibahasaan. Dan secara kebahasaan sudah
dapat diketahui apa itu maksud bilingualism itu, yaitu pengguanaan dua bahasa
atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik bilingualism adlah penggunaan dua
bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara
bergantian.
2. Diglosia
Kata diaglosa berasal dari
bahasa prancis diglossie, yang pernah digunakan oleh Marcais, seorang linguis
prancis, tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi linguistik setelah
digunakan oleh sarjana Stanford University, yaitu C.A. Fergusson tahun 1958
dalam suatu symposium tentang urbanisasi dan bahasa-bahasa standar yang
diselenggarakan oleh oleh American Association di Washington DC. Kemudian
fergusson menjadi lebih terkenal lagi istilah tersebut dengan sejumlah
artikelnay yang di beri judul Diglosia yang dimuat dalam majalah Word tahun
1959. Defiisi diglosa menurut ferguson :
a. Diglosa adalah suatu situasi kebahasaan
yang relative stabil, dimana selain mendapatkan dialek-dialek utama dari satu
bahasa, terdapat juga sebuah ragam lain.
b. Dialek-dialek utama itu diantaranya dapat
berupa sebuah dialek standara atau sebuah standar regional.
c. Ragam lain (yang bukan dialek utama)
memiliki ciri :
·
Sudah (sangat) terkodifikasi
·
Gramatikanya sangat kompleks
·
Merupakan wahana kesusastraan tertulis yang sangat
luas dan dihormati
·
Dipelajari melalui pendidikan formal
·
Diguanakan terutama dalam bahasa tulis dan bahasa
lisan formal.
·
Tidak digunakan (oleh lapisan masyarakat manapun)
untuk percakapan sehari-hari.
3. Kaitan bilingualisme dan diglosa
Jenis-jenis hubungan
bilingualisme dengan diglosa yaitu (1) bilingualisme dan diglosa, (2)
bilingualisme tanpa diglosa, (3) diglosa tanpa bilingualisme, (4) tidak
bilingualisme dan tidak diglosa.
G. ALIH KODE DAN CAMPUR KODE
1. Alih kode
Peristiwa pergantian bahasa, misal
dalam percakapan dari bahasa sunda kebahasa Indonesia santai kemudian beralih
ke bahasa Indonesia resmi, kemudian beralih lagi ke bahasa yang lain disebut
alih kode. Appel (1967:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Hymnes (1875:103)
menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tapi juga terjadi
antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Menurut Fishman (1976:15)
penyebab terjadinya alih kode adalah siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada
siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik
secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain (1) pembicara atau
penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya
orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke
informal atau sebaliknya, (5) perubahan topik pembicaraan.
2. Campur kode
Kesamaan yang ada antara alih
kode dan campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian
dari bahasa dalam satu masyarakat tutur. Menurut haryono perbedaan antara alih
kode dengan campur kode
H. INTERFERENSI DAN INTEGRASI
1. Interferensi
Pertamakali digunakan oleh
Weinreich (1953) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan
dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang
dilakukan oleh penutur bilungual.
Sehubungan dengan
interferensi dalam fonologi ini, Weinreich membedakan adanya tipe interferensi
substitusi (seperti halnya oleh penutur Bali), interverensi overdiferensiasi
(seperti halnya penutur dari Tapanuli dan Jawa), interferensi underdeferensi
(seperti penutur jepang), dan interferensi reinterpreasi (seperti penutur
Hawai). Interferensi dalam bidang morfologi antara lain, terdapat dalam
pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks suatu bahasa digunakan untuk
memebentuk kata dalam bahasa lain. Interferensi dalam bidang sintaksis antara
bahasa jawa dan bahasa Indonesia berbeda dengan terjemahan makna sebenarnya.
Dilihat dari segi
"kemurnian bahasa", interferensi pada tingkat apapun (fonologi,
morfologi, dan sintaksis) merupakan "penyakit" sebab
"merusak" bahasa.
2. Integrasi
Menurut Mackey (1968)
integrasi adalah unsur-unsur lain yang digunakan dalam bahasa teretentu dan
dianggap sudah menjadi warga bahasa tersebut. penyerapan unsur asing dalam
rangka pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya melalui penyerapan kata asing
itu disertai dengan penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi banayak pula dilakukan
dengan cara penerjemahan langsung (kosakata itu dicarikan padanannyadalam
bahasa Indonesia) dan penerjemahan konsep (kosakata asing itu diteliti
baik-baik konsepnya dekat dengan kosakata asing tersebut).
I. PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN
BAHASA
1. Perubahan bahasa
Pertanyaan pertama yang
mengusik pikiran kita dalam membicarakan masalah perubahan bahasa (Inggris : linguistic
change, language change, code change) adalah, apakah perubahan bahasa itu
dapat diamati atau diobservasi (Wardhaught 1990:187).
a. Perubahan fonologi
Perubahan fonologis
dalam bahasa inggris ada juga yang berupa penambahan fonem. Bahasa inggris kuno
dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. lalu setelah terserap kata-kata
seperti azure, measure rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut
ditaambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris.
b. Perubahan morfologi
Perubahan morfologi
terletak pada perubahan pembentukan kata. Umpamanya dalam bahasa Indonesia ada
proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefix me- dan pe-
. kaidahnya adalah :
1. Apabila kedua prefiks itu diimbuhkan pada
kata yang dimulai dengan konsonan /l/r/w/dan /y/ tidak ada terjadi penasalan,
2. Kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal
/na/
3. Bila diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/
4. Kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai
dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/ , dan bila dimulai dengan konsonan
/g/,/k/,/h/, dan semua vokal diberi nasal /ng/.
c. Perubahan sintaksis
Terlihat pada kata
bahasa arab yaitu "like". Sesudah kata tersebut seharusnya
menggunakan nominal namun pada kata "Winston tastes good like a cigarette
should". Apabila pembentukan tidak ada perubahan sintaksis maka akan
menjadi " Winston tastes good as a cigarette should".
d. Perubahan kosakata
Perubahan kosakata
dapat berarti hilangnya kosakata lama, bertambahnya kosakata baru dan
terjadinya perubahan makna kata. Perubahan kosakata terjadi awalnya karena
serapan dari sumbernya atau dari kosakata dari bahasa lain.
e. Perubahan semantic
Berupa perubahan pada
makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga
menyempit. Meluas (broadening) maknanya dulu satu kata hany memiliki satu makna
tapi sekarang mempunyai banyak makna. Menyempit maksudnya kata yang dulu
memiliki kata yang mempunyai banyak makna pada zaman dahulu namun sekarang
hanya memiliki satu makna atau berkurang maknanya, contoh sarjana pada zaman
dahulu bermakna semua kaum cerdik cendekia namun sekarang hanya orang yang
lulus perguruan tinggi.
2. Pergeseran makna
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah pengguanaan
bahasa oleh seseorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai
akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutut lain.
1. Pemertahanan bahasa
Suatu pemertahanan bahasa
dapat dilakukan oleh orang-orang asli pemilik suatu bahasa. Indonesia memiliki
berbagai macam bahasa dan kemudian dipersatukan oleh bahasa persatuan yaitu
bahasa ndonesia. Proses pergeseran
bahasa yang akan memunahkan bahasa asli membutuhkan waktu yang yang sangat lama
dan untuk mempertahan kan bahasa asli ditentukan oleh sikap bahasa dari
masyarakat sendiri.
A. SIKAP BAHASA DAN PEMILIHAN BAHASA
1. Sikap bahasa
Sikap adalah fenomena kejiwaan yang biasanya termanivestasi dalam bentuk
tindakan atau perilaku. Anderson (1974:37) membagi sikap atas dua macam, yaitu sikap
kebahasaan dan nonkebahasaan (sikap politik, estetis, dan keagamaan). Sikap
bahasa adalah tata vkeyakinan atau kognisi yang relative berjangka panjang,
sebagian mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan
kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
2. Pemilihan bahasa
Suatu pemilihan bahasa ditentukan oleh keadaan, yaitu tingkat pemahaman
antar pemakai bahasa.
B. BAHASA DAN KEBUDAYAAN
1. Hakikat kebudayaan
Manurut Kroeber dan Kluckhom kebudayaan adalah (1) segi deskriptif: menekankan
pada unsur-unsur kebudayaan (2) historis: menekankan bahwa kebudayaan warisan
secara kemasyarakatan, (3) normatif: menekankan bahwa hakikat kebudayaan
sebagai aturan hidup dan tingkah laku, (4) psikologis: menekankan pada kegunaan
kebudayaan dalam penyesuaian diri pada lingkungan, pemecahan persoalan dan
belajar hidup, (5( struktural:
menekankan pada sifat kebudayaan sebagai sifat yang teratur dan berpola, (6)
genetik: menekankan bahwa kebudayaan sebagai hasil karya manusia.
2. Hubungan bahasa dan kebudayaan
Hubungan antara bahasa dan kebudayaan bersifat subordinatif, dimana
bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. Namun, ada juga yang mengatakan kalau
hubungan antara keduanya bersifat koordinatif, yakni hubungan yang sederajat,
yang kedudukanya sama tinggi.
3. Etika berbahasa
Etika berbahasa ini erat berkaitan dengan pemilihan kode bahasa,
norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam satu masyarakat. oleh
karena itu etika berbahasa akan "mengatur" (a) apa yang harus kita
katakana pada waktu dan keadaan tertentu kepada seorang partisispan tertentu
berkaitan dengan status sosial dan budayadalam masyarakat, (b) ragam bahasa apa
yang paling wajar kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya
tertentu, (c) kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara, dan
menyela pembicaraan orang lain, (d) kapan kita harus diam, (e) bagaimana
kualitas suara kita dan sikap fisik kita, didalam berbicara itu.
C. PERENCANAAN BAHASA
1. Kebijaksanaan bahasa
Kebijaksanaan bahasa
merupakan usaha kenegaraan suatu bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan
tepat fungsi dan status bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut,
agar komunikasi kenegaraan dan kebangsaan dapat berlangsung dengan baik.
Tujuan kebijaksanaan bahasa
adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi int
ra bahasa
dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang dapat
mengganggu stabilitas bangsa.
2. Perencanaan bahasa
Istilah perencanaan bahasa (language
planning) mula-mula digunakan oleh Haugen (1959) pengertian usaha untuk
membimbing perkembangan bahasa kearah yang diinginkan oleh para perencana.
Menurut Haugen selanjutnya, perencanaan bahasa itu tidak semata-mata meramalkan
masa depan berdasarkan dari yang diketahui pada masa lampau, tetapi perencanaan
merupakan usaha yang terarah untuk mempengaruhi masa depan.
D. PEMBAKUAN BAHASA
1. Bahasa baku
Adalah salah satu variasi bahasa yang yang diangkat dan dijadikan tolak
ukur sebagai bahasa yang baik dan benar dalam komunikasi yang bersifat resmi,
baik secara lisan maupun tulisan.
2. Fungsi bahasa baku
Selain fungsi penggunaan untuk situasi-situasi resmi, ragam bahasa baku
menurut Gravin dan Mathiot (1956:785-787) juga mempunyai fungsi lain yang
bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga
diri, dan fungsi kerangka sosial. keempat fungsi itu akan dapat dilakukan oleh
sebuah ragam bahasa baku kalau ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri
yang sangat penting yaitu kemantapan yang dinamis, kecendekiaan, dan
kerasionalan.
3. Pemilihan ragam baku
dasar dalam pemilihan ragam baku itu antara lain: otoritas, bahsa
penulis-penulis terkenal, demokrasi, logika, bahasa yang dianggap orang-orang
terkemuka dalam masyarakat. Usaha pembakuan bahasa sebagai salah satu usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa, tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan
dan berbagai sarana antara lain: pendidikan, industry buku, perpustakaan,
administrasi Negara, media massa, tenaga, dan penelitian.
E. PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN BAHASA
1. Variabel pembelajaran bahasa
Dalam proses belajar mengajar bahasa
berturut-turut akan kita dapati murid, guru, bahan peajaran, dan tujuan
pengajaran. disamping itu juga ada variable yang menentukan keberhasilan
belajar yaitu lingkungan keluarga dan masyarakat tempat siswa tinggal dan
lingkungan sekolah tempat siswa belajar. Selain variable ada juga faktor lain
yang menentukan keberhasilan belajar bahasa yaitu asas-asas yang dapat
dikelompokkan menjadi asas-asas yang bersifat psikologis anak didik, dan yang
bersifat materi linguistik (motivasi, pengalaman sendiri, keingintahuan,
analisis sintesis dan perbedaan individual), asas-asas materi dan metodik
(mudah menuju susah, sederhana menuju kompleks, dekat menuju jauh, pola menuju
unsur, penggunaan menuju pengetahuan, masalah bukan kebiasaan, kenyataan bukan
buatan).
2. Tujuan pengajaran bahasa
Tujuan dari prngajaran bahasa (BI) adalah membentuk sikap pribadi
manusia pancasilais, agar manusia dapat bernalar, berkomunikasi, dan menyerap/
menyampaikan, kebudayaan dalam bahasa Indonesia(SD), agar manusia bernalar,
berinteraksi, dan menyerap ilmu dalam bahasa Indonesia(SM), agar dapat
bernalar, dan menyerap serta menyampaikan kebudayaan dalam bahasa Indonesia. Tujuan
dari pengajaran bahasa (BD) adalah agar manusia dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Tujuan dari pengajaran bahasa asing
adalah agar dapat berinteraksi dengan menggunakan bahasa itu, dan pada tingkat
PT agar siswa dapat bernalar, bernteraksi, dan menerima atau menyerap
kebudayaan dalam bahasa itu, dan atau juga menyampaikannya.
3. Pengajaran bahasa kedua
Dalam mempelajari bahasa kedua (dan ketiga), perlu diperhatikan
perbedaan-perbedaan pola yang terdapat antara bahasa pertama, yang telah
dikuasai, dengan pola-pola yang dipelajari. begitu pila latar belakang budaya
yang perlu dipertimbangkan.
4. Pragmatik dan pengajaran bahasa
Pragmatik adalah ketrampilan menggunakan bahasa menurut partisipan,
topik pembicaraan, tujuan pebicaraan, situasi dan tempat berlangsungnya
pembicaraan itu. Yang menjadi status pragmatik dalam suatu pengajaran bahasa
adalah pemahaman makna ujaran menurut konteksnya yang harus diajarkan sebagai
bagian dari pelajaran bahasa.
F. PROFIL SOSIOLINGUISTIK DI INDONESIA
1. Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa
asing
Bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional, mempunyai tugas sebagai lambang kebanggan nasional, lambang
identitas nasional, sarana penyatuan bangsa, sarana perhubungan antar budaya
dan daerah. Sedangkan kedudukannya sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa
resmi kenegaraan, bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan, sarana
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, sarana pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Bahasa daerah mempunyai tugas
sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, sarana perhubungan
didalam keluarga dan masyarakat daerah, saana pengambangan dan pendukung
kebudayaan daerah, penunjang bahasa nasional, sumber bahan pengembangan bahasa
nasional, dan bahasa pembantu pengantar disekolah dasar.
Bahasa asing bertugas sebagai
bahasa peerhubungan antarbangsa, sarana pembantu pengembangan bahasa Indonesia,
dan alat untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern bagi
kepentingan pembangunan nasional.
2. Pembakuan bahasa Indonesia
pembakuan bahasa mencakup
masalah fonologi, ejaan, morfologi, sintaksis, kosakata dan peristilahan. dalam
bahasa Indonesia pembakuan terletak pada ejaan, lafal, gramatika, kosakata, dan
istilah.
3. Pengajaran bahasa Indonesia
4. Sikap dan kemampuan berbahasa Indonesia
Secara nasional kedudukan
bahasa Indonesia menempati urutan pertama kemudian disusul bahasa daerah dan
bahasa asing. Namun bagi sebagian orang di Indonesia dilihat dari segi
emosional, keakraban, dan perolehan bahasa; bahasa daerah menduduki tingkat
pertama kemudian disusul oleh bahasa Indonesia dan bahasa asing.
sikap terhadap bahasa
Indonesia memberi dampak yang kurang baik terhadap kemampuan berbahasa Indonesia
dikalangan banyak orang di Indonesia, baik dari lapisan bawah, menengah dan
atas, bahkan juga pada lapisan intelektual. kurangnya kemampuan berbahasa
Indonesia bagi masyarakat lapisan bawah menengah sudah sangat biasa namun bagi
masyarakat kelas atas dan intelektual sungguhlah tidak biasa. hal ini
disebabkan sikap meremehkan dan kurang mengahargai serta tidak punya rasa
bangga terhadap bahasa Indonesia.